Willy Wong : HYPNOSIS FOR SELLING
Hypnosis for
Selling, sebagaimana saat ini sangat
marak dijumpai
sebagai topik di berbagai
pelatihan di bidang
penjualan, sebenarnya
merupakan
penerapan teori-teori hipnosis
(hipnotis) modern dalam
bidang penjualan
(selling).
Seperti halnya pemahaman awal
hipnosis pada umumnya
hingga saat
ini, masih banyak
pula terdapat persepsi awal yang keliru dari sebagian
masyarakat berkaitan dengan Hypnosis for Selling. Pernah
seorang
rekan
bercerita kepada saya
bahwa ia sempat
berdebat keras dengan
keluarganya saat
hendak mengikuti sebuah pelatihan
bertemakan
Hypnosis for
Selling, karena persepsi yang salah dari pihak keluarga
tentang pemahaman
hipnosis yang sesungguhnya.
Kejadian hampir serupa sempat saya alami pula. Dalam suatu pelatihan
internal yang
saya rencanakan kepada tenaga penjualan di perusahaan,
pihak atasan sempat
meminta saya untuk mengganti istilah Hypnosis
for Selling
karena tidak ingin mendapat stigma
sebagai perusahaan
yang mengajarkan
hipnotisme kepada tenaga penjualannya!
willy@hipnosis.web.id | www.hipnosis.web.id
Sebagaimana kegiatan hipnosis modern yang menggunakan
pemahaman teknik
yang murni ilmiah, maka
demikianlah pula
sebenarnya yang
diterapkan dalam Hypnosis for
Selling. Ini
merupakan
teknik yang sangat
masuk akal pula dalam memanfaatkan
komunikasi kepada
pikiran bawah sadar manusia.
Meskipun terdapat beberapa pihak yang menyatakan bahwa Hypnosis
for Selling
tidak serta-merta dapat diklaim sebagai bagian langsung
dari keilmuan hipnosis (seperti halnya Stage Hypnosis atau
Hypnotherapy),
namun bagaimanapun juga terdapat relevansi yang
kuat dari
kedua sisi ilmu hipnosis dan ilmu
penjualan, sehingga
pemanfaatan
teori-teori hipnotisme untuk melakukan
penjualan akan
sangat efektif
untuk digunakan.
Mengapa demikian? Karena kedua-duanya
menitikberatkan pada
pemberdayaan
kualitas komunikasi manusia!
Telah diketahui bahwa bidang penjualan sendiri merupakan bidang
profesi paling
tua dan paling dasar di dunia yang
melibatkan
komunikasi. Bidang
penjualan sudah jauh lebih dulu hadir
sebelum
dikenal profesi
lain yang menggunakan komunikasi pula seperti trainer,
MC, komedian, dan
sebagainya.
Terlebih lagi, bidang penjualan juga menjadi unsur
dasar segala jenis
profesi.
Seorang trainer, misalnya, sebelum ia
melakukan pekerjaannya
dalam memberikan
pelatihan bagi pesertanya, ia “menjual”
dirinya
terlebih dahulu
beserta manfaat pelatihannya.
Profesi lain yang jarang melibatkan interaksi sosial, seperti sekretaris,
akuntan, ataupun programmer, bagaimanapun juga tetap
melakukan
unsur penjualan
dalam kegiatannya, yaitu “menjual” kapabilitas ilmunya
kepada pihak
lain.
Faktor utama yang menjadikan proses penjualan tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan profesi lainnya adalah pemanfaatan komunikasi kepada
pihak lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Faktor komunikasi ini bersifat mutlak, dalam kaitannya untuk menyampaikan ide/gagasan kepada pihak lain
untuk disetujui/dipercayai. Seorang
penjual yang baik akan dapat disimpulkan sebaga seorang komunikator yang kompeten,
yang mampu
menyampaikan
informasi manfaat dari barang/jasa
yang dijualnya
kepada pihak
lain.
Hal inilah yang sebenarnya mendasari
adanya suatu persamaan faktor
dari kegiatan
penjualan dengan ilmu hipnosis, yaitu komunikasi, karena
hipnosis sendiri adalah ilmu komunikasi yang menitikberatkan pada
pikiran bawah sadar manusia (subconscious mind).
Jadi pada
prinsipnya Hypnosis for Selling
memanfaatkan kaidah-
kaidah
hipnotisme dalam berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar
untuk diterapkan
dalam bidang penjualan.
Menurut teori hipnosis, pikiran
bawah sadar merupakan pikiran
yang
lebih banyak
memegang kendali terhadap tindakan dan perilaku
manusia, yang
persentasenya berkisar 88% dibanding dengan pikiran sadar yang hanya
12%. Maka penyampaian suatu ide/gagasan dalam komunikasi akan lebih
dapat diterima secara
efektif apabila mampu mencapai pikiran bawah sadar lawan
bicara.
Maka apabila diaplikasikan dalam kegiatan penjualan, penyampaian ide
secara persuasif
(bujukan) agar calon pembeli /
prospek setuju dan
membeli dari kita
akan lebih mudah dilakukan apabila komunikasi kita
mampu menjangkau
pikiran bawah dari calon pembeli / prospek.
Oleh karena itu
penerapan pola-pola bahasa hipnosis
dalam teknik
menjual menjadi
hal yang perlu dipelajari dan diterapkan oleh si
penjual.
Pola-pola bahasa hipnosis yang digunakan dalam Hypnosis for Selling
akan mengacu
pada prinsip bagaimana
cara menyampaikan sugesti
(pesan
kepada pikiran bawah sadar) dengan gaya Permissive
(himbauan), yaitu secara
tidak langsung, bukannya
sugesti secara
langsung yang
bertipe Authorian (perintah).
Penggunaan gaya Authorian seperti yang
digunakan pada Hipnosis
Pertunjukan (Stage Hypnosis) tidak akan berjalan secara efektif
dalam
Hypnosis for Selling.
Mengapa? Karena dalam kegiatan
penjualan
kecil sekali
kemungkinan untuk dapat melakukan tes sugestibilitas
(mencari tahu
apakah seseorang sangat responsif terhadap sugesti dari
orang lain atau
tidak).
Jadi Hypnosis for Selling bukanlah mengajarkan agar Anda
melakukan
perintah kepada calon pembeli / prospek untuk secara serta-
merta membeli dari
Anda. Atau lebih jauh lagi dengan menggunakan
rapid induction
(induksi cepat) seperti
menarik lengan lawan
bicara
secara tiba-tiba
dan langsung diberikan sugesti.
Hypnosis for Selling lebih banyak mengaplikasikan penyampaian
sugesti
secara Permissive atau tidak langsung. Teknik penyampaian
sugesti secara
tidak langsung ini diperkenalkan oleh ahli hipnotis jenius
yang bernama Milton Erickson
(1901-1980). Kini metode
penyampaian
secara tidak langsung ini oleh kalangan
hipnotis disebut
sebagai
Ericksonian Hypnosis.
Bagi Anda yang mempelajari NLP (Neuro Linguistic Programming)
pasti mengenal
sosok Milton Erickson ini. Ya,
ia adalah salah satu figur
yang dipelajari
dan dimodel oleh John Grindler dan Richard Bandler,
penemu kaidah
cara berpikir dan berkomunikasi secara
efektif yang
dinamakan Neuro
Lingustic Programming (NLP) tersebut. Oleh
karenanya, sebagian besar cara berkomunikasi
dalam Hypnosis for
Selling pada
dasarnya mengacu pada prinsip
Ericksonian Hypnosis,
yang akan sangat
serupa pula dengan kaidah NLP.
Selain digunakan untuk mempengaruhi lawan bicara dengan Permissive,
Hypnosis for Selling
juga memanfaatkan aspek self-hypnosis
(hipnosis diri)
untuk memperkuat motivasi dan pengembangan diri bagi
si penjual.
Sebuah kepercayaan diri dalam menjual menjadi faktor kunci, sebagaimana juga
sebuah kepercayaan diri yang mutlak diperlukan dari seorang penghipnosis untuk
dapat menghipnosis subjeknya.
Kaidah hipnosis berprinsip bahwa
semua orang dapat dihipnosis,
asalkan
seseorang tersebut memahami komunikasi, bersedia
secara
sukarela, dan
memiliki kemampuan fokus.
Prinsip yang
sama berlaku pada Hypnosis for Selling,
bahwa
sebenarnya semua
orang dapat dibujuk secara persuasif atau diprospek,
dengan
syarat-syarat yang sama seperti di atas.
Lebih lanjut lagi, dengan memiliki kemampuan komunikasi, semua
orang dapat
menghipnosis orang lain. Kemampuannya boleh jadi telah
tumbuh sebagai
bakat, sebagaimana halnya orang yang memiliki bakat
berkomunikasi, namun
dapat pula ditumbuhkan dan
dipelajari. Maka,
sama halnya
pula dalam kegiatan
penjualan, pada prinsipnya
semua
orang dapat
melatih kompetensi dalam menjual.
Teknik-teknik dalam Hypnosis for
Selling akan dapat Anda baca dan
kita pelajari
bersama-sama pada bab berikutnya!
1. MENCIPTAKAN
"TRANCE" SEBELUM PERSUASIF
Dalam artikel
sebelumnya telah dibahas bagaimana Hypnosis for
Selling mengacu pada
pemberian sugesti secara tidak langsung dan
bersifat
Permissive (ajakan/bujukan).
Penggunaan teknik
komunikasi yang mengacu pada
prinsip-prinsip
Ericksonian
diterapkan saat calon pembeli / prospek dalam kondisi sadar
sepenuhnya ini disebut
sebagai waking hypnosis
(hipnosis secara
sadar). Penggunaan
istilah waking hypnosis
pertama kali dicetuskan oleh
Wesley Wells
tahun 1924 dan dimuat dalam buku tulisannya yang terbit
Psychology”. Ia
berpendapat bahwa meskipun seseorang masih dalam
keadaan membuka
mata, ia masih tetap dapat terhipnosis.
Lewat berbagai
riset ditemukan adanya perubahan gelombang otak saat
kondisi trance
mulai dicapai. Perubahan tersebut dapat
diukur dengan
menggunakan EEG
(electroencephalograph), dan secara garis besar
gelombang otak
tersebut dibedakan dalam 4 jenis, yaitu:
• Beta (14-30 Hertz)
• Alpha (8-14 Hertz)
• Theta (4-8
Hertz)
• Delta (0-4 Hertz)
Dalam kondisi
normal saat kita melakukan pekerjaan sehari-hari, gelombang
otak yang dominan adalah Beta. Saat
seseorang dalam keadaan rileks dan mulai terhipnosis, gelombang otak yang
dominan mulai bergeser dari Beta ke
Alpha (trance ringan / light trance).
Trance merupakan kondisi dimana
pikiran sadar (conscious mind) kita tidak lagi memegang
kendali seutuhnya dan mulai digantikan oleh
pikiran bawah sadar (subconscious mind). Semakin dalam orang masuk dalam kondisi hipnosis, semakin rendahgelombang otaknya, mulai ke
Theta (medium trance), dan Delta (high trance).
Joe Vitale,
salah seorang kontributor dari
film dokumenter dan buku
fenomenal “The
Secret”, menulis dalam bukunya
yang berjudul
“Hypnotic Writing” (2007) bahwa
trance dapat pula dicapai
dalam
kondisi waking
hypnosis, seperti halnya yang terjadi saat kita menonton
film dengan asyik
atau larut membaca buku yang bagus.
Trance dalam kondisi waking hypnosis
yang demikian ini dinyatakan
sebagai
konsentrasi perhatian. Dan pada saat
trance yang seperti inilah
penawaran
barang/jasa dilakukan.
Hal ini
diperjelas dalam bukunya
yang lain yang
berjudul “Buying
Trances” (2007). Trance dalam penjualan terjadi saat calon pembeli /
prospek mulai
mencapai keadaan rileks, tenang, dan menaruh perhatian
kepada si
penjual.
Dalam hal ini trance
yang dicapai dalam penjualan
adalah light trance
(pada kondisi Alpha), karena dalam proses penjualan tidak
diperlukan
tindakan
hipnosis untuk membawa ke
kedalaman yang lebih
rendah
seperti Theta dan
Delta.
Seperti
seorang penghipnosis yang
haruslah membawa subjeknya
menuju ke keadaan trance terlebih dahulu sebelum
memasukkan
sugesti, demikian
pulalah seharusnya seorang penjual bertindak.
Dengan
konsep Hypnosis for Selling,
penjual yang baik selayaknya
mampu membawa calon pembeli / prospek
untuk dibawa ke kondisi
„trance', yang
berarti calon pembeli /
prospek telah memberikan
perhatian kepada
barang/jasa yang ditawarkan penjual tersebut.
Apabila calon
pembeli / prospek telah berada dalam kondisi „trance‟,
akan sangat mudah bagi penjual untuk menutupnya (close the
sales).
Sebenarnya inilah
hakikat dari konsep
Hypnosis for Selling sebagai
suatu teknik penjualan dengan pola-pola hipnosis.
Sebagaimana
misalnya dalam hipnosis panggung (stage
hypnosis), sebelum subjek
terhipnotis belum
dibawa ke dalam kondisi trance, akan sangat mustahil
subjek disugesti untuk menghilangkan angka 6
dalam pikirannya,
melupakan namanya
sendiri, dan hal-hal menarik lainnya!
Tentu saja perilaku yang
sama akan ditunjukkan oleh calon
pembeli /
prospek, sebelum
ia memusatkan perhatiannya kepada perkataan Anda,
saran-saran
persuasif akan sulit diterima.
Sering kali dalam pelatihan penjualan yang
saya selenggarakan,
beberapa tenaga
penjual yang telah cukup mumpuni berdiskusi kepada
saya tentang
teknik penutupan penjualan
yang efektif. Rata-rata
dari
mereka telah
menguasai teknik penutupan dengan asumsi (assumption
close), alternatif
(alternate close), dan lain
sebagainya. Namun tidak
jarang hasil yang
mereka terima malahan berkebalikan dari apa
yang
diharapkan.
Setelah
kalimat-kalimat yang sarat
akan muatan teknik penutupan
dilontarkan,
bukannya calon pembeli / prospek
secara serta-merta
menyetujui
penawaran, namun langsung bereaksi
secara kurang lebih
demikian: “Tunggu,
tunggu! Bukankah saya belum
memutuskan untuk
membeli?”, atau pula setidaknya mereka
mengisyaratkan penolakan
(resistensi)
secara tersirat.
Teknik-teknik
penjualan yang seperti ini bukannya
tidak efektif,
Pembaca, justru
malahan teknik ini sangat powerful sekali untuk
digunakan. Dari
diskusi yang kami lakukan, sebagian besar dari tenaga
penjual
menyetujui pemecahan masalah bahwa teknik ini tidak berjalan
karena digunakan
sebelum calon pembeli / prospek
mencapai kondisi
„trance‟!
Dengan kata lain,
seperti halnya sugesti akhir yang hanya bisa diterima
apabila
subjek telah mencapai kondisi trance, demikian pula
closing
techniques yang
selayaknya dilakukan hanya sesudah calon pembeli /
prospek mencapai „trance‟. Tanpa
membawa calon pembeli / prospek
kepada „trance‟,
hampir mustahil penjualan terjadi.
Maka, sebelum
sebuah penjualan dimulai,
upaya-upaya untuk
menciptakan 'trance'
bagi calon pembeli / prospek
mutlak diperlukan.
Hal yang nampaknya
sepele tetapi memegang pengaruh yang
sangat
dominan terhadap
peluang keberhasilan penjualan.
Bagaimana
melakukan „trance‟ kepada
calon pembeli / prospek?
Tindakan ini
dapat dilakukan dengan menerapkan konsep hipnosis pada
umumnya, mulai dari
membina Rapport hingga
penggunaan pola
bahasa
sugestif, yang kemudian diintegrasikan secara khusus
untuk
kegiatan
penjualan. Penjelasan mengenai ini akan saya bahas
lebih
lanjut pada bab
berikutnya.
2. MEMBINA
"RAPPORT"
“Rapport”, yang
maknanya adalah kedekatan
hubungan atau
keakraban
merupakan salah satu faktor kunci
keberhasilan proses
hipnosis yang
dilakukan oleh penghipnosis terhadap subjek terhipnosis.
Kegagalan
penghipnosis membina keakraban dengan
subjeknya akan
menyebabkan
pikiran bawah sadar (subconscious
mind) si subjek tetap
resisten terhadap
langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh
penghipnosis.
Demikian pula
halnya dengan Hypnosis for Selling.
Berhasil tidaknya
sang penjual membina “Rapport”
kepada calon pembeli akan
sangat
menentukan hasil
akhir yang terjadi. Ini dimungkinkan
karena manusia cenderung lebih menerima informasiyang disampaikan oleh pihak lain yang
dirasa handal dan akrab dengannya
dibanding informasi yang disampaikan oleh figur yang terasa
asing dan tidak
kompeten. Saat keakraban terbentuk, saran-saran
sugestif dari si penjual akan mudah diterima pikiran
bawah sadar (subconscious
mind) dari calon
pembeli.
Bagaimana caranya
membentuk sebuah Rapport dengan
calon
pembeli? Dalam
hipnosis, ada 2 (dua) buah
faktor yang perlu
diperhatikan
untuk terciptanya sebuah Rapport, yaitu aspek
fisiologi
(physiology) dan
psikologi (psychology). Aspek fisiologi, merupakan aspek yang berhubungan erat
dengan kesan awal yang diterima panca
indera dari subjek
terhipnosis terhadap
penghipnosis itu sendiri. Sehingga,
seorang penghipnosis haruslahmampu menimbulkan gambaran sebagai
seorang yang kompeten,
memiliki pengetahuan
yang baik dan mumpuni, serta dapat memberikan
kenyamanan
secara menyeluruh bagi panca
indera subjek terhipnosis,
yang meliputi: penglihatan
(visual), pendengaran (auditory),
perasaan
(kinesthetic), penciuman (olfactory),
dan pengecap
(gustatory).
Dalam
kaitannya dengan penjualan, seorang
penjual tentulah wajib
memiliki keterampilan untuk
menimbulkan gambaran sebagai seorang
profesional yang
mampu diandalkan dalam
bekerja sama, memiliki
pengetahuan
yang baik tentang produk/jasa
yang ditawarkan, dan
mampu
memberdayakan penampilan yang
diterima oleh panca
indera
calon
pembeli.
Sebagai contoh
misalnya: berpenampilan baik dan pantas sesuai dengan
profesinya (visual), memiliki teknik dan kualitas nada
bicara yang baik
(auditory), menimbulkan kesan nyaman,
jujur, dan hangat (kinesthetic), serta tidak menimbulkan
nuansa bau yang tidak sedap
(bau mulut, bau
badan, maupun atribut yang lain).
Aspek berikutnya,
yaitu psikologi, meliputi
teknik-teknik yang secara
psikologis mampu menimbulkan kesan akrab
dan nyaman bagi subjek
terhipnosis.
Aspek ini meliputi: Verbal / Non Verbal Agreement,
Mirroring & Matching, Language Pacing, dan Eye Contact & Eye
Allignment Technique.
Dalam tinjauan psikologis
sering disebut bahwa manusia
menyukai
orang yang serupa
atau sependapat dengan
dirinya. Demikian pulalah
teknik Verbal / Non
Verbal Agreement ini terjadi. Sebuah
hubungan
akan terjalin
saat seseorang bersependapat dan berkesesuaian dengan
orang lain.
Dengan memberikan “clue”
persetujuan secara Verbal seperti
penggunaan
kata “Ya”, “Saya mengerti”,
dll. terlebih dahulu sebelum
menyampaikan
argumen / pendapat yang
berbeda akan lebih
memudahkan
pikiran bawah sadar (subconscious mind)
merasa lebih
nyaman. Bahasa tubuh yang menunjukkan persetujuan sangat
diperlukan pula,
yang meliputi anggukan, sorotan
mata persetujuan,
ekspresi wajah,
dan postur tubuh condong ke depan.
Mirroring
& Matching adalah teknik
membangun Rapport terhadap
lawan biara
dengan cara meniru dan menyamakan bahasa
tubuhnya.
Teknik ini
dikenal juga secara populer dalam Neuro Linguistic
Programming
(NLP). Teknik ini akan membuat pikiran
bawah sadar (subconscious mind)
subjek terhipnosis merasa nyaman karena adanya kesamaan bahasa
tubuh tersebut.
Jenis bahasa
tubuh yang dapat
ditirukan adalah: postur dan
gerakan
tubuh, ekspresi wajah, aksen dan kecepatan bicara, serta
pola nafas
dari subjek
terhipnosis.
Sebagai
catatan, gunakan Mirroring &
Matching hanya paga gerakan
yang sekiranya
disukai lawan bicara, sehingga
gerak tubuh yang tidak
normal akibat
gangguan sesuatu atau kebiasaan buruk sangatlah tidak
disarankan untuk
ditirukan.
Language Pacing
merupakan teknik dalam Neuro
Linguistic
Programming (NLP) pula yang membentuk Rapport dengan cara
menganalisa
kecenderungan pemilihan kata yang digunakan
subjek
terhipnosis untuk kemudian diadaptasi dan dipergunakan
kembali oleh
kita.
Pemilihan
kata yang serupa
sesuai dengan kecenderungan
subjek
terhipnosis akan menyebabkan pikiran bawah sadarnya (subconscious
mind) menjadi lebih nyaman karena adanya kesamaan dan
mudah
menyerap
informasi yang diberikan.
Lebih lanjut lagi,
dipahami bahwa tiap-tiap
manusia mempunyai
kecenderungan
idera yang dominan dalam menerima informasi yang
diberikan
kepadanya, apakah secara
visual (penglihatan), auditory
(pendengaran),
atau kinesthetic (perasaan).
Dengan melakukan
analisa terhadap kecenderungan
sistem inderawi
yang digunakan oleh subjek terhipnosis, seorang
penghipnosis dapat
pula melakukan
Language Pacing dengan pemilihan
kata berdasarkan
dominansi indera tertentu dari
subjek terhipnosis, misalkan:
“kelihatannya”,
“nampaknya”, (visual), “kedengarannya” (auditory),
ataupun “rasanya”
(kinesthetic).
Eye Contact &
Eye Allignment Technique merupakan teknik kontak
mata dan sudut
pandang yang menimbulkan kondisi lebih nyaman bagi
subjek
terhipnosis.
Apabila
sekarang ini Anda diumpamakan sedang bercakap-cakap
dengan
seseorang, di sudut
kiri atau kanankah sebaiknya posisi lawan
bicara itu berada
sehingga akan terasa lebih nyaman bagi Anda?
Bagi Anda yang
bukan kidal, sebagian besar akan menjawab sisi kanan.
Demikian pulalah
yang seharusnya terjadi dalam interaksi penghipnosis
dan subjek
terhipnosis. Pengambilan posisi di sudut kanan subjek dalam
berkomunikasi
akan menimbulkan suasana yang lebih
nyaman bagi
pikiran bawah sadar (subconscious mind) lawan bicara.
Adanya kontak mata
yang cukup juga
memegang peranan penting
dalam menciptakan
Rapport.
Tidak
terjadinya kontak mata antara penghipnosis dan
subjek
terhipnosis berarti tidak terjalinnya hubungan antara
penghipnosis dan
pikiran bawah
sadar (subconscious mind)
dari subjek penghipnosis.
Sebaliknya, kontak mata
yang berlebihan, tidak
wajar, dan terlalu
dipaksakan akan
menyebabkan resistensi /
penolakan dari pikiran
bawah sadar
(subconscious mind) subjek terhipnosis.
Lantas, bagaimana caranya memberikan kontak mata yang
cukup dan
menyenangkan kepada subjek
terhipnosis? Kuncinya adalah
memberikan
sugesti kepada pikiran bawah sadar (subconscious mind)
kita sendiri
untuk secara tulus, akrab, dan terbuka menjalin komunikasi
dengan lawan bicara.
3. POLA BAHASA SUGESTIF
Dalam memberikan sugesti kepada pikiran bawah sadar (subconscious
mind) seorang subjek,
terdapat kaidah-kaidah / pola
bahasa tertentu
yang menentukan keberhasilan proses hipnosis yang
terjadi.
Kaidah inilah yang
dimaksudkan dengan pola bahasa
sugestif. Setelah
suatu hubungan (Rapport) terjalin, tanpa memahami dan
mempraktikkan
pola-pola bahasa sugestif,
keberhasilan sugesti
sangatlah kecil kemungkinannya.
Sebaliknya, tanpa adanya sebuah Rapport yang terbentuk,
kemungkinan
keberhasilan
sugesti hampir mendekati nol persen!
Oleh karenanya,
pola-pola bahasa sugestif
yang mendukung
keberhasilan
sugesti sangatlah perlu untuk dipelajari.
Hal ini dapat
dimanfaatkan
pula untuk melakukan saran-saran
persuasif dalam
kegiatan
penjualan, dengan tujuan agar dapat dicapainya
sebuah
penutupan penjualan (close the sales).
Pola bahasa
sugestif ini meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Client
Language Preference
Prinsip ini
menyatakan bahwa perlunya
seorang penghipnosis
menggunakan dan
mengadaptasi kata-kata, bahasa, dan
frasa
yang dipahami
oleh subjek terhipnosis.
Ini berarti
bahwa dalam berkomunikasi dengan subjek,
penghipnosis
wajib memperhatikan pilihan kata-kata, bahasa, dan
frasa yang biasa
diterima oleh subjek terhipnosis. Karena dengan
demikian, sugesti
akan mudah diterima secara benar oleh pikiran
bawah sadar (subconscious mind) dari subjek terhipnosis.
Dalam penerapannya
pada kegiatan penjualan, prinsip
ini
memegang peranan
penting. Seringkali seorang penjual
tanpa
sadar menggunakan pemilihan kata-kata, bahasa, dan frasa
yang
sengaja
dikesankan untuk membentuk
sebuah kalimat yang
berbobot dan sarat
dengan istilah-istilah yang kurang
umum
dengan tujuan
untuk menunjukkan kredibilitas dan
tingkat
intelektualnya.
Hal ini sebenarnya kurang tepat.
Cara komunikasi seperti di atas justru
cenderung memperkecil
peluang keberhasilan saran persuasif
yang diberikan apabila
ternyata calon
pembeli tidak terbiasa dengan pemilihan kata, tata
bahasa, dan
frasa-frasa tersebut.
Saran
persuasif tersebut tidak akan tertuju pada pikiran bawah
sadar (subconscious mind)
calon pembeli, dan tidak mampu
menggerakkan
minat calon pembeli untuk menyetujui saran yang
diberikan.
• Emotional
Banyak orang memutuskan suatu pilihan berdasarkan emosional
dibandingkan
rasional, dan ini berlaku erat dalam
prinsip
penjualan.
Pengaruh pikiran
bawah sadar yang memegang peranan lebih
dominan (88%)
dibandingkan pikiran sadar (12%) manusia dalam
menentukan
tindakannya menjadi alasan terhadap kondisi di atas.
Dengan
demikian, mampu tidaknya sebuah nuansa
emosional ditumbuhkan, dalam komunikasi berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi tersebut untuk diterima dengan baik, apalagi jika ditujukan untuk
memberikan saran-saran persuasif.
Bagaimana cara membangun nuansa emosional dalam
komunikasi? Hal ini dapat
timbul dengan membangkitkan
sensivitas 3
indera utama manusia: Penglihatan (Visual),
Pendengaran
(Auditory), dan Perasaan (Kinesthetic).
Dengan kata lain, sebuah saran persuasif yang diberikan haruslah
mampu
mengimajinasikan / menggambarkan sesuatu (Visual)
kepada lawan
bicara; membangkitkan perasaan nyaman, antusias,
dan keingintahuan
(Kinesthetic); dan dibawakan dengan
pemilihan nada
suara serta intonasi yang tepat (Auditory).
• Repetition
Adanya sebuah
kombinasi pilihan kata yang bermakna sama dan
diulang seperlunya
juga mampu memperkuat nuansa emosional
dalam komunikasi.
Prinsip ini diterapkan pula
dalam kegiatan hipnosis.
Prinsip ini
banyak digunakan
penghipnosis ntuk memberikan sentuhan
emosional
yang dalam dengan tujuan agar
subjek dapat masuk
dalam kondisi
„trance‟ yang lebih dalam.
Simak contoh
sebuah „script‟ sebagai berikut:
“Ya, dengan demikian Anda merasa sangat nyaman..
dan benar-
benar rileks.
Sehingga saat ini otot-otot tubuh Anda seakan-akan
mengendur, dan
tubuh Anda menjadi lemas dan santai…”
Dalam contoh „script‟
di atas ditunjukkan adanya sebuah repetisi
(perulangan)
dari beberapa kata
yang sebenarnya mempunyai
makna sama,
yaitu: “nyaman”.
Sebuah makna “nyaman”
yang diberikan dengan pemilihan kata-
kata: “nyaman”, “rileks”, “otot-otot tubuh seakan mengendur”,
“lemas”, dan “santai” lebih memberikan nuansa emosional
dibandingkan
dengan penggunaan satu kata tertentu saja.
Bagaimana
kaitannya dengan proses penjualan? Dengan prinsip
yang sama,
dapat dibangun suatu komunikasi
yang lebih efektif
untuk penyampaian
saran persuasif.
Semisal sebuah
tujuan komunikasi yang disampaikan
kira-kira
adalah:
“Kami melayani
pemesanan Anda selama 24 jam”,
sebuah nuansa
emosional dapat diberikan dengan prinsip
„Repetition‟
dengan kalimat yang demikian:
“Kami melayani
pemesanan Anda kapan saja
saat Anda
membutuhkannya,
baik di pagi, siang, maupun malam selama 24
jam nonstop.”
• Present
Tense
Prinsip ini menyatakan bahwa saat
komunikasi dibentuk,
berikanlah
suatu pernyataan tidak langsung yang
bertujuan agar
lawan bicara
mendapatkan sensasi emosional saat ini
juga, dan
bukannya di waktu yang
akan datang. Artinya,
sebisa mungkin
hindari penggunaan kata-kata yang
tidak mereferensikan waktu
sekarang (Present)
seperti: “akan”, “jika”, “apabila”, “nantinya”,
dan sebagainya.
Sebuah
„script‟ hipnosis berlaku lebih efektif
dengan penggunaan
kalimat seperti
ini:
“Dan saat ini,
dengan nafas Anda yang
semakin teratur, Anda
merasa sangat
nyaman, …”
daripada kalimat
sugesti:
“Dengan nafas
Anda yang semakin teratur, Anda
akan merasa
sangat nyaman…”
Kondisi yang serupa
berlaku dalam kegiatan penjualan.
Komunikasi yang
bertujuan untuk menentukan sebuah
pernyataan:
“Pekerjaan Anda
akan menjadi lebih mudah
setelah Anda
menggunakan jasa
kami” lebih efektif diterima
oleh pikiran bawah sadar (subconscious mind) apabila dimodifikasi
sebagai berikut:
“Pekerjaan
Anda menjadi lebih mudah dengan menggunakan
jasa kami.”
• Personal
Penggunaan
kalimat yang ditujukan secara pribadi (personal) akan
lebih diterima pikiran bawah sadar (subconscious mind) manusia.
Sehingga, dalam
sebuah kegiatan hipnosis missal, tetap
dipilih
penggunaan kata:
“Anda” saja dibanding “Anda semua”.
Dalam
hipnosis “one-on-one” pun (satu penghipnosis dan satu
subjek terhipnosis) divariasikan penggunaan nama subjek untuk
menggantikan
kata “Anda”, terutama
saat melakukan “Leading”
(membimbing
subjek terhipnosis untuk sesuatu hal).
Prinsip yang
sama dapat dilakukan dalam proses penjualan.
Mengkombinasikan
penggunaan nama calon
pembeli terutama
saat melakukan
“Leading”, yang dalam hal ini berarti membimbing pola pikir calon pembeli akan berlaku lebih
efektif dibandingkan
penggunaan kata: “Anda”.
Menjadi catatan disini, penggunaan nama yang dimaksud tentulah
tetap mempertimbangkan faktor jabatan dan/atau status yang
biasa
disandangnya, yang mengandung sensitivitas tertentu pula.
Jadi
berhati-hatilah dalam pemilihan
status yang disandangnya
semisal: “Ibu”
atau “Nona”, “Bapak” atau “Mas”, dan sebagainya.
Perlu
diperhatikan pula untuk menghindari pemanggilan nama
yang berulang-ulang secara
tidak wajar, karena akan
menimbulkan
resistensi dan rasa tidak nyaman dari pikiran bawah
sadar lawan
bicara.
• Progressive
Dalam pemberian sugesti,
pola
kesatuan kalimat yang
menunjukkan
suatu kondisi bertingkat
(bertahap) mutlak
diperlukan. Pola
kalimat yang tidak memberikan kejelasan alur
tujuan kecil
kemungkinannya untuk dapat tertuju pada
pikiran
bawah sadar.
Seorang penghipnosis
tidak dapat serta-merta memberikan
sugesti:
“Tidur sekarang” kepada
subjeknya, kecuali si subjek
mempunyai
tingkat sensitivitas dan kepercayaan yang sangat
tinggi terhadap
penghipnosis.
Dengan tujuan
agar sugesti yang diberikan dapat diterima pikiran
bawah sadar
subjeknya, sebuah pola progresif diperlukan, seperti
yang nampak dalam contoh „script‟ berikut:
“Dan
sekarang, setelah mata Anda
tertutup rapat, Anda
merasakan suasana
rileks yang semakin dalam. Begitu dalamnya
sensasi nyaman
tersebut hingga saat ini otot-otot di sekitar mata dan wajah Anda pun merasakan demikian pula…”
Pola seperti inilah yang dianjurkan pula untuk diadaptasi
penggunaannya
dalam proses penjualan. Dalam kegiatan menjual
tidak dapat serta-merta
penutupan penjualan dilakukan,
namun
melibatkan sebuah
proses yang distrukturisasi secara bertingkat.
Simak contoh
singkatnya sebagai berikut:
Penjual :
“Apakah Bapak
merasa puas dengan kuantitas produksi dari perusahaan Bapak selama ini?”
Calon
Pembeli :
“Ya…, kira-kira
demikian.”
Penjual :
“Namun apabila
waktu produksinya dapat dipercepat lagi,
tentu lebih memuaskan Bapak, bukan?”
Calon
Pembeli :
“Hmm.., ya… ya…
tentu saja.”
Penjual :
“Dengan demikian
tentulah barang yang kami tawarkan ini sangat bermanfaat
bagi Pak X (nama calon pembeli), karena…..”
Bandingkan
apabila komunikasi yang dilakukan oleh penjual kira-
kira menggunakan
pola seperti ini:
“Saya menawarkan barang kami kepada
Bapak dengan manfaat
sebagai berikut:
……….”
Tampak jelas
perbedaannya, bukan?
• Pacing – Leading
Makna harafiah
dari prinsip ini adalah: “Menyisipkan ide yang
tersembunyi di
balik fakta.”
Dengan kata lain,
suatu sugesti (ide) akan terhindar dari resistensi
pikiran bawah
sadar apabila disampaikan dengan
terbungkus
dalam sebuah
fakta.
Sebagai contoh penggunaan prinsip Pacing – Leading
sebenarnya
nampak dalam
„script‟ di atas pula:
“Dan
sekarang, setelah mata Anda
tertutup rapat, Anda
merasakan suasana
rileks yang semakin dalam…”
„Script‟ tersebut
menggunakan fakta “setelah mata Anda tertutup
rapat” untuk
menghantarkan sebuah ide yaitu: “merasakan
suasana rileks
yang makin dalam”.
Pola ini sangat
efektif untuk digunakan dalam
komunikasi
persuasif, terutama
apabila dikombinasikan dengan prinsip
“Progressive”
seperti di atas.
Dalam kegiatan
penjualan, pola penyisipan
ide di balik fakta
sangat bermanfaat
untuk diterapkan dalam memberikan saran
persuasif untuk
mencapai proses penutupan penjualan.
Dengan
contoh yang sama
seperti di atas, sebuah Pacing –
Leading dapat
dikembangkan sebagai berikut:
Penjual :
“Apakah Bapak
merasa puas dengan kuantitas produksi dari perusahaan Bapak selama ini?”
Calon
Pembeli :
“Ya…, kira-kira
demikian.”
Penjual :
“Namun apabila waktu produksinya dapat dipercepat lagi,
tentu lebih memuaskan Bapak, bukan?”
Calon Pembeli :
“Hmm.., ya… ya…
tentu saja.”
Penjual :
“Ya, dengan persaingan yang kompetitif
akhir- akhir ini, proses produksi perusahaan yang lebih cepat
tentulah akan sangat
menguntungkan bagi Bapak. Oleh karena itulah barang yang kami tawarkan ini memberikan keunggulan
dalam hal …..”
Dari contoh tersebut dikreasikan
sebuah fakta yaitu “persaingan
yang kompetitif
akhir-akhir ini”, untuk melandasi sebuah ide yang
bertahap
(progresif) dimulai dari
“proses produksi yang lebih
cepat tentulah akan sangat menguntungkan” dan “oleh karena
itulah
barang yang kami tawarkan
ini memberikan keunggulan
dalam hal…”
TENTANG PENULIS
E-book “Hypnosis for Selling” yang Anda baca ini ditulis
oleh Willy Wong, seorang
praktisi dan staf manajerial penjualan.
Dalam kesehariannya, Willy Wong sangat
menggemari hipnosis dan hipnoterapi. Ia
adalah seorang hipnoterapis
bersertifikat (Certified Hypnotherapist)
baik dalam skala nasional maupun
internasional lewat berbagai
lembaga seperti Indonesian
Board of Hypnotherapist
(IBH) – Indonesia , National Guild of Hypnotists, Inc. (NGH) – Amerika Serikat,
dan International Counselors and Therapists
(IACT) – Amerika Serikat.
Ia juga
memperoleh sertifikasi pengajar hipnosis dan hipnoterapi resmi
(Certified Instructor)
dari Indonesian Board of
Hypnotherapist
(IBH) – Indonesia , serta
Emotional Freedom Techniques
(EFT)
Certified of
Completion (EFT-CC) dari Pace
Education – Amerika
Serikat.
Willy Wong : HYPNOSIS
FOR SELLING
Setelah sekian
lama berkecimpung dalam dunia penjualan dan hipnosis,
Willy Wong
akhirnya menyadari adanya
kesesuaian konsep yang
cukup berkaitan
erat dari keduanya!
Sebuah rangkaian
konsep penjualan yang sebelumnya
terasa rumit untuk dijelaskan
dengan kata-kata, bahkan sering kali tidak disadarinya pula, akhirnya
dapat ia jabarkan secara mendalam setelah memahami
hipnosis dalam kaitannya dengan pikiran bawah sadar (subconscious mind)
manusia.
Sebagian
dari konsep penjualan ini dituangkan dalam e-book ini dan
diberikan secara
cuma-cuma bagi Anda.
Untuk mengetahui
aplikasi hipnosis pada proses penjualan secara lebih
mendalam, silakan
Anda mengundang Willy Wong untuk berbagi
dan
belajar bersama
dalam sebuah format Corporate Training.
Informasi lebih
lanjut mengenai hal ini dapat
Anda terima dengan
menghubungi kami
di alamat e-mail
willy@hipnosis.web.id atau
nomor telepon 0888-666-7800.
Saran, kritikan,
dan hal-hal lain yang menyangkut
e-book “Hypnosis
for Selling” ini
dapat ditujukan pula melalui alamat e-mail di atas dan
menjadi apresiasi
yang kami perlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar